Laskar Pelangi :The Movie

Category: , By Razaq Manan Ahmad



Film Laskar Pelangi, merupakan film yang diangkat dari sebuah novel dengan judul yang sama karya Andrea Hirata. Pada hari premiernya (25 September), di Surabaya, tiket2 di bioskop yg memutar film ini telah sold out sejak pukul 13.30. Saya sendiri sempat berburu tiket di 2 tempat di TP dan GM, namun tetap saja tidak kebagian. Untuk menghibur diri, di playlist winamp hanya saya masukkan 1 lagu, yakni Laskar Pelangi by Nidji, hehehe… Namun esok harinya, atas bantuan teman, akhirnya saya dapat juga tiketnya (thanx 2 Iin & Rika)
Sejak munculnya pemberitaan atas difilmkannya novel Laskar Pelangi tersebut, rasa penasaran yg amat sangat telah muncul dalam diri saya. Saya bertanya2, akankah sang sutradara mampu memvisualisasikan dengan baik dan indah cerita di lascar pelangi tersebut. Saya sendiri paham, bahwa tak kan mungkin seluruh kejadian dalam novel tersebut akan mampu divisualisasikan oleh sang sutradara.

Pada tanggal 26 September 2008 pukul 20.30 di Sutos, akhirnya saya mendapat kesempatan untuk menonton film yg telah membuat saya penasaran sejak lama. Hanya ada satu kata bagi saya untuk mendeskripsikan film ini, yakni : “Magnificent”. Mungkin, inilah film karya sineas Indonesia terbaik yg pernah saya tonton. Dan saya berharap agar seluruh pelajar di negeri ini menontonnya.

Saat menonton film ini, seringkali saya takjub dengan keindahan Belitong, apalagi ketika scene dimana para anggota laskar pelangi berdiri di atas batu di pinggir pantai sambil melihat pelangi… Thats so damn beautiful… Menonton film ini, emosi saya benar2 naik turun. Saya tertawa terpingkal-pingkal ketika mendengar salah satu dialognya dan ketika melihat scene dimana Mahar sedang bernyanyi dan anggota lainnya menjadi penari latarnya. Namun, saya juga terharu biru ketika scene perpisahan Lintang.

Menurut pemikiran saya, film Laskar Pelangi ini memiliki pesan yg amat kuat bagi 3 kelompok di negeri ini, yakni kelompok pembuat kebijakan (pemerintah), pelajar, dan guru. Untuk para pembuat kebijakan, film ini merupakan semacam peringatan bahwa saat ini masih banyak ada anak2 seperti Lintang yg terpaksa putus sekolah hanya karena kemiskinan. Untuk para pelajar, malulah pada tokoh Lintang, yg tetap rajin dan teguh bersekolah meskipun jarak dari rumahnya ke sekolah sangatlah jauh dan berbahaya. Untuk para guru, film ini mencoba mengajak para guru untuk benar2 berdedikasi tinggi dalam mengajar murid2nya meskipun dalam kondisi yg minim.

“Hiduplah untuk memberi sebanyak-banyaknya, bukan untuk menerima sebanyak-banyaknya”
(Pak Harfan, Kepala Sekolah SD Muhammdiyah Gatong)

[Baca selngkapnya...]